Belajar
Jenis Makna, Medan Makna Dan Komponen Makna
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semantik merupakan
cabang linguistik yang
meneliti arti atau
makna. Semantik sebagai cabang
ilmu bahasa mempunyai
kedudukan yang sama
dengan cabang-cabang ilmu
bahasa lainnya. Semantik
berkedudukan sama dengan
fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Di sini, yang
membedakan adalah cabang-cabang ilmu bahasa
ini terbagi menjadi
dua bagian besar
yaitu morfologi dan
sintaksis termasuk pada tataran gramatika, sedangkan fonologi dan
semantik termasuk pada tataran di luar gramatika.
Menurut Tarigan
(1985:7) semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan
makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap
manusia dan masyarakat. Jadi semantik senantiasa berhubungan dengan makna yang
dipakai oleh masyarakat penuturnya.
Sejak Chomsky
menyatakan betapa pentingnya
semantik dalam studi linguistik, maka
studi semantik sebagai
bagian dari studi
linguistik menjadi semakin diperhatikan.
Semantik tidak lagi
menjadi objek periferal,
melainkan menjadi objek studi
yang setaraf dengan
bidang-bidang studi linguistik
lainnya, baik fonologi, morfologi,
maupun sintaksis. Hockett menyatakan bahwa bahasa adalah suatu
sistem yang kompleks dari kebiasaan kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari
lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi, subsistem
morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Subsistem gramatika,
fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral (Chaer, 2009:60).
Mempelajari
semantik identik dengan mempelajari makna. Oleh karena itu mengetahui lebih
jauh tentang tentang semantik, penulis mencoba mendalami tentang jenis-jenis
makna, medan makna dan komponen makna.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam kajian ini adalah:
a. Apa yang dimaksud Makna?
b Bagaimana jenis-jenis Makna?
c. Apa yang
dimaksud dengan medan makna?
d. Apa yang
dimaksud dengan komponen makna?
e. Bagaimana
kelemahan analisis komponen makna menggunakan Pembagian Biner?
e. Bagaimana
kesesuaian semantik dan gramatis ?
C. Tujuan
Adapun
hal-hal yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian makna.
b Untuk
mengetahui jenis-jenis makna.
c. Untuk mengetahui
yang dimaksud dengan medan
makna.
d. Untuk mengetahui
yang dimaksud dengan komponen makna.
e. Untuk
mengetahui kelemahan analisis komponen makna menggunakan pembagian
Biner.
f. Untuk mengetahui
kesesuaian semantis dan gramatis.
BAB II MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
A. Pengertian Makna
Makna kata merupakan
bidang kajian yang dibahas dalam ilmu semantik. Semantik berkedudukan sebagai
salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna suatu kata
dalam bahasa, sedangkan linguistik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa lisan
dan tulisan yang memiliki ciri-ciri sistematik, rasional, empiris sebagai
pemerian struktur dan aturan-aturan bahasa (Nurhayati, 2009:3).
Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa makna suatu kata dalam bahasa dapat diketahui
dengan landasan ilmu semantik. Hornby
berpendapat bahwa makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud (Pateda,
2001:45). Poerwadarminta menyatakan makna adalah arti atau maksud. Kata makna
diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam
tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Pateda, 2001:45).
Makna ialah hubungan antara
bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa
sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 2011:53). Dari batasan pengertian
itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni
(1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan
hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna
itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti.
Menurut pendapat Fatimah (1993:5) makna adalah
pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama
kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa (Fatimah, 1993:5).
Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons menyebutkan bahwa mengkaji makna atau memberikan
makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan
hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari katakata lain (Fatimah,
1993:5).
Kridalaksana (1993:148)
berpendapat makna (meaning, linguistic meaning, sense) yaitu: (1) maksud
pembicara, (2) pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku
manusia atau kelompok manusia, (3) hubungan, dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan
semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari
suatu kata atau maksud pembicara yang membuat kata tersebut berbeda dengan
kata-kata lain.
B. Jenis-jenis Makna
Makna suatu kata merupakan bahan yang dikaji
dalam ilmu semantik. Makna kata terbagi menjadi beberapa jenis. Seperti yang
dikemukakan oleh Palmer jenis makna terdiri dari: (i) makna kognitif (cognitive
meaning), (ii) makna ideasional (ideational meaning), (iii) makna denotasi
(denotasional meaning), (iv) makna proposisi (propositional meaning), sedangkan
Shipley berpendapat bahwa makna mempunyai jenis: (i) makna emotif (emotif
meaning), (ii) makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive
meaning), (iii) makna referensial (referential meaning), (iv) makna pictorial
(pictorial meaning), (v) makna kamus (dictionary meaning), (vi) makna samping
(fringe meaning), dan (vii) makna inti (core meaning). Leech (dalam Chaer, 2009:61)
membedakan adanya tujuh tipe makna, yaitu (1) makna
konseptual, (2) makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5)
makna refleksi, (6) makna kolokatif, (7) makna tematik (Pateda, 2001:96).
Pendapat lain dikemukakan oleh Chaer (2009:61),
yang membedakan jenis makna menjadi beberapa kriteria. Berdasarkan jenis
semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal,
berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya
makna referensial dan makna nonreferesial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa
pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna
konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal adanya makna kata dan makna
istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteria lain atau
sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiasif, kolokatif,
reflektif, idiomatik, dan sebagainya.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis makna memang
sangat beragam. Keberagaman makna tampak dari masing-masing pendapat.
Pateda (2001:97) membagi jenis-jenis makna
menjadi dua puluh Sembilan yaitu makna afektif merupakan makna yang muncul
akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat,
makna deskriptif (descriptive meaning) yang biasa disebut pula makna kognitif
(cognitive meaning) atau makna referensial (referential meaning) adalah makna
yang terkandung di dalam setiap kata, makna ekstensi adalah makna yang mencakup
semua ciri objek atau konsep, makna emotif adalah makna yang timbul akibat
adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai terhadap apa yang
dipikirkan atau dirasakan, makna gereflekter yaitu makna kata yang sering
berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu, makna gramatikal adalah makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat, makna ideasional adalah
makna yang muncul akibat penggunaan kata yang memiliki konsep, makna intensi
adalah makna yang menekankan maksud pembicara, makna khusus adalah makna kata
atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu, makna kiasan
adalah pemakaian kata yang maknanya tidak sebenarnya, makna kognitif adalah
makna yang ditunjukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan
berdasarkan analisis komponennya.
Makna selanjutnya adalah makna kolokasi
biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang
sama, makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna
konstruksi adalah makna yang terdapat di dalam suatu konstruksi kebahasaan,
makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks,
makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam
bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang
dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu, makna lokusi, makna luas
menunjukan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari yang
dipertimbangkan, makna pictorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar
atau pembaca terhadap kata yang didengar atau dibaca, makna proposisional
adalah makna yang muncul apabila seseorang membatasi pengertiannya tentang
sesuatu, makna pusat adalah makna yang dimiliki setiap kata meskipun kata
tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat, makna referensial adalah makna
yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata, makna sempit
merupakan makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran, makna stilistika
adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa, makna tekstual adalah makna
yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan, makna tematis
akan dipahami setelah dikomunikasikan oleh pembicara atau penulis melalui
urutan kata-kata, makna umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau
semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu, makna denotatif adalah makna
kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara suatu bahasa
dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat, dan makna
konotatif adalah makna yang muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa
terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca.
Berikut akan dibahas
mengenai jenis-jenis makna berdasarkan berbagai sumber yang telah dikemukakan
oleh para ahli bahasa.
1. Makna Sempit
Makna sempit (narrowed
meaning) adalah makna
yang lebih sempit
dari keseluruhan ujaran. Makna
yang asalnya lebih
luas dapat menyempit,
karena dibatasi (Djajasudarma, 1993). Bloomfield mengemukakan adanya
makna sempit dan makna luas di dalam perubahan makna ujaran.
Makna luas
dapat menyempit, atau
suatu kata yang
asalnya memiliki makna luas
(generik) dapat menjadi
memiliki makna sempit
(spesifik) karena dibatasi. Perubahan
makna suatu bentuk
ujaran secara semantik
berhubungan, tetapi ada juga
yang menduga bahwa
perubahan terjadi dan
seolah-olah bentuk ujaran hanya
menjadi objek yang relatif permanent,
dan makna hanya menempel seperti
satelit yang berubah-ubah.
Sesuatu yang menjadi
harapan adalah menemukan alasan
mengapa terjadi perubahan,
melalui studi makna
dengan segala perubahannya yang terjadi terus-menerus.
Kridalaksana (1993:
133), memberikan penjelasan
bahwa makna sempit (specialised meaning, narrowed meaning)
adalah makna ujaran yang lebih sempit daripada
makna pusatnya; misalnya,
makna kepala dalam
kepala batu. Selanjutnya, Djajasudarma
(1993: 7-8) menjelaskan
bahwa kata-kata bermakna luas
di dalam bahasa
Indonesia disebut juga
makna umum (generik)
digunakan untuk
mengungkapkan gagasan atau
ide yang umum.
Gagasan atau ide
yang umum bila dibubuhi
rincian gagasan atau
ide, maka maknanya
akan menyempit (memiliki makna
sempit), seperti pada contoh berikut.
(1) pakaian dengan
pakaian wanita
(2)
saudara dengan saudara
kandung
saudara tiri
(3) garis
dengan garis bapak
garis miring
2. Makna Luas
Makna
luas (widened meaning
atau extended meaning)
adalah makna yang terkandung pada
sebuah kata lebih
luas dari yang
diperkirakan (Djajasudarma,
1993: 8). Dengan
pengertian yang hampir
sama, Kridalaksana (1993:
133) memberikan penjelasan bahwa
makna luas (extended
meaning, situational
meaning) adalah makna
ujaran yang lebih
luas daripada makna
pusatnya; misalnya makna sekolah pada kalimat Ia bersekolah lagi di
SESKOAL yang lebih luas dari makna ‘gedung tempat belajar’.
Kata-kata yang memiliki
makna luas digunakan
untuk mengungkapkan gagasan atau
ide yang umum,
sedangkan makna sempit adalah
kata-kata yang bermakna khusus
atau kata-kata yang
bermakna luas dengan
unsure pembatas. Kata-kata bermakna
sempit digunakan untuk menyatakan seluk-beluk atau rincian gagasan (ide) yang
bersifat umum.
Kata-kata yang berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna
yang sempit, seperti pada contoh bahasa Indonesia berikut.
pakaian
dalam dengan pakaian
kursi
roda dengan kursi
menghidangkan
dengan
menyiapkan
memberi dengan menyumbang
warisan dengan harta
3. Makna Kognitif
Makna kognitif disebut
juga makna deskriptif
atau denotatif adalah
makna yang menunjukkan adanya
hubungan antara konsep
dengan dunia kenyataan.
Makna kognitif adalah makna
lugas, makna apa
adanya. Makna kognitif
tidak hanya dimiliki kata-kata
yang menunjuk benda-benda
nyata, tetapi mengacu
pula pada bentuk-bentuk yang
makna kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9).
Kridalaksana (1993)
dalam Kamus Linguistik,
memberikan penjelasan bahwa makna
kognitif (cognitive meaning)
adalah aspek-aspek makna
satuan bahasa yang berhubungan
dengan ciri-ciri dalam
alam di luar
bahasa atau penalaran.
Makna kognitif
sering digunakan dalam
istilah teknik. Seperti
telah disebutkan bahwa makna kognitif disebut juga makna deskriptif,
makna denotatif, dan makna kognitif
konsepsional. Makna ini
tidak pernah dihubungkan
dengan hal-hal lain secara
asosiatif, makna tanpa
tafsiran hubungan dengan benda
lain atau peristiwa lain.
Makna kognitif adalah
makna sebenarnya, bukan
makna kiasan atau perumpamaan.
4. Makna Konotatif dan
Emotif
Makna kognitif dapat
dibedakan dari makna konotatif
dan emotif berdasarkan hubungannya, yaitu
hubungan antara kata
dengan acuannya (referent)
atau hubungan kata dengan
denotasinya (hubungan antara
kata (ungkapan) dengan orang,
tempat, sifat, proses,
dan kegiatan luar
bahasa; dan hubungan
antara kata (ungkapan) dengan
ciri-ciri tertentu yang bersifat konotatif atau emotif.
Makna konotatif
adalah makna yang
muncul dari makna
kognitif (lewat makna kognitif),
ke dalam makna
kognitif tersebut ditambahkan
komponen makna lain (Djajasudarma, 1993).
Sementara Kridalaksana (1993),
memberikan pengertian bahwa makna konotatif (connotative meaning) sama
dengan konotasi, yaitu aspek makna
sebuah atau sekelompok
kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang
timbul atau ditimbulkan
pada pembicara (penulis)
dan pendengar (pembaca).
Makna konotatif
adalah makna lain
yang ditambahkan pada
makna denotative yang berhubungan
dengan nilai rasa
dari orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya, kata babi, pada orang
yang beragama Islam kata babi tersebut mempunyai konotasi negatif, ada rasa
atau perasaan yang tidak enak bila
mendengar kata tersebut.
Contoh lain, kata kurus,
berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan.
Tetapi kata ramping, yang
bersinonim dengan kata kurus memiliki konotasi
positif, nilai rasa
yang mengenakkan, orang akan
senang bila dikatakan ramping. Begitu
juga dengan kata kerempeng, yang
juga bersinonim dengan
kata kurus dan kata ramping, mempunyai konotasi yang
negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa tidak enak kalau
dikatakan tubuhnya kerempeng.
Makna konotatif
dapat dibedakan dari
makna emotif karena yang
disebut pada bagian pertama bersifat negative dan yang disebut kemudian
bersifat positif. Makna konotatif muncul
sebagai akibat asosiasi
perasaan kita terhadap
apa yang diucapkan atau
apa yang didengar.
Makna konotatif atau emotif
sangat luas dan tidak
dapat diberikan secara
tepat. Makna konotatif
dan makna emotif
dapat dibedakan berdasarkan masyarakat
yang menciptakannya atau
menurut individu yang menciptakannya atau
menghasilkannya, dan dapat
dibedakan berdasarkan media yang
digunakan (lisan atau
tulisan), serta menurut
bidang yang menjadi isinya. Makna
konotatif berubah dari
zaman ke zaman.
Makna konotatif dan emotif dapat bersifat insidental.
Makna emotif
(bahasa Inggris emotive
meaning) adalah makna
yang melibatkan perasaan (pembicara
dan pendengar; penulis
dan pembaca) ke
arah yang positif. Makna
ini berbeda dengan
makna kognitif (denotatif)
yang menunjukkan adanya hubungan
antara dunia konsep
(reference) dengan
kenyataan, makna emotif
menunjuk sesuatu yang
lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam
dunia kenyataan (Djajasudarma, 1993).
Suatu kata
dapat memiliki makna
emotif dan bebas
dari makna kognitif, atau dua
kata dapat memiliki
makna kognitif yang
sama, tetapi kedua
kata tersebut dapat memiliki
makna emotif yang
berbeda. Makna emotif di
dalam bahasa Indonesia cenderung
berbeda dengan makna
konotatif; makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal
(makna) yang negatif.
5. Makna Referensial
Makna referensial (referential meaning) adalah makna unsure
bahasa yang sangat dekat
hubungannya dengan dunia
di luar bahasa
(objek atau gagasan),
dan yang dapat dijelaskan
oleh analisi komponen;
juga disebut denotasi;
lawan dari konotasi
(Kridalaksana, 1993: 133).
Sebuah kata
atau leksem disebut
bermakna referensial kalau
ada referentnya, atau acuannya.
Kata-kata seperti kuda, merah,
dan gambar adalah termasuk
kata-kata yang bermakna
referensial karena ada
acuannya dalam dunia nyata.
Sebaliknya, kata-kata seperti dan,
atau, dan karena adalah termasuk
kata-kata yang tidak
bermakna referensial, karena
kata-kata itu tidak
mempunyai referent.
Djajasudarma (1993),
menjelaskan makna referensial adalah
makna yang berhubungan langsung
dengan kenyataan atau referent (acuan), makna referensial disebut juga
makna kognitif, karena
memiliki acuan. Makna
ini memiliki hubungan dengan
konsep, sama halnya dengan makna kognitif. Makna referensial memiliki hubungan
dengan konsep tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh masyarakat
pemakai bahasa.
6. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (bahasa
Inggris construction
meaning) adalah makna
yang erdapat di dalam
konstruksi. Misalnya, makna
milik yang diungkapkan dengan urutan
kata di dalam
bahasa Indonesia. Di
samping itu, makna
milik dapat diungkapkan melalui
enklitik sebagai akhiran yang menunjukkan kepunyaan.
Kridalaksana (1993),
makna konstruksi (construction
meaning) adalah makna yang
terdapat dalam konstruksi,
misalnya, ‘milik’ yang
dalam bahasa Indonesia
diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh yang diberikan
Djajasudarma (1993) mengenai
makna konstruksi ini antara lain:
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu
saya
4. Rumahnya jauh dari
sini
5. Di mana
rumahmu?
7. Makna Leksikal dan
Makna Gramatikal
Makna leksikal (bahasa
Inggris lexical meaning, semantic
meaning, exsternal meaning) adalah
makna unsur-unsur bahasa
sebagai lambang benda,
peristiwa, dan lain-lain. Makna
leksikal ini dimiliki
unsur-unsur bahasa secara
tersendiri, lepas dari konteks.
Misalnya, kata culture
(bahasa Inggris) ‘budaya’,
di dalam kamus Shadily
& Echols disebutkan
sebagai nomina (kb)
dan artinya: (1) kesopanan, kebudayaan;
(2) pemeriharaan biakan
(biologi); sedangkan di
dalam Kamus Bahasa Indonesia
I, budaya adalah
nomina, dan maknanya;
(1) pikiran, akal budi;
(2) kebudayaan; (3)
yang mengenai kebudayaan,
yang sudah berkembang (beradab,
maju). Semua makna,
baik bentuk dasar
maupun bentuk turunan yang ada
dalam kamus disebut makna leksikal (Djajasudarma, 1993).
Masih dalam hal
makna, Djajasudarma (1993)
lebih lanjut menjelaskan makna gramatikal
yang merupakan bandingan
bagi makna leksikal.
Makna gramatikal (bahasa Inggris grammatical meaning, functional
meaning, structural meaning,
internal meaning) adalah
makna yang menyangkut
hubungan intra bahasa, atau
makna yang muncul
sebagai akibat berfungsinya
sebuah kata di dalam
kalimat. Di dalam
semantik makna gramatikal
dibedakan dari makna leksikal. Makna
leksikal dapat berubah
ke dalam makna
gramatikal secara operasional.
Makna leksikal secara
umum dapat dikelompokkan
ke dalam dua golongan
besar, yaitu makna
dasar dan makna
perluasan, atau makna
denotatif (kognitif, deskriptif) dan makna konotatif atau emotif.
Mengenai dua
jenis makna ini,
Kridalaksana (1993)
menjelaskan makna leksikal (lexical
meaning, semantic meaning,
external meaning) adalah
makna unsur-unsur bahasa sebagai
lambang benda, peristiwa,
dan lain-lain; makna leksikal ini
dipunyai unsur-unsur bahasa
lepas dari penggunaannya
atau konteksnya. Selanjutnya, makna
gramatikal (grammatical meaning,
functional meaning,
structural meaning, internal
meaning) adalah hubungan
antara unsur-unsur bahasa
dalam satuan-satuan yang
lebih besar; misalnya, hubungan
antara kata dengan kata lain dalam frase atau klausa.
Dengan demikian
makna leksikal adalah
makna yang dimiliki
atau ada pada leksem
atau kata meski
tanpa konteks apa
pun. Misalnya, leksem kuda,
memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’; leksem pensil
mempunyai makna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’;
dan leksem air memiliki makna
leksikal ‘sejenis barang
cair yang biasa digunakan
untuk keperluan sehari-hari.
Jadi, kalau dilihat dari
contoh-contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya.
Lain dari makna
leksikal, makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi,
dan kalimatisasi. Misalnya, proses afiksasi
prefiks ber- dengan dasar
baju melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan atau
memakai baju’; dengan
dasar kuda melahirkan
makna gramatikal ‘mengendarai kuda’;
dan dengan dasar rekreasi melahirkan makna gramatikal ‘melakukan rekreasi’.
8. Makna Ideasional
Makna idesional dijelaskan
Djajasudarma (1993), makna
idesional (bahasa Inggris ideational
meaning) adalah makna
yang muncul sebagai
akibat penggunaan kata yang berkonsep atau ide yang terkandung di dalam
satuan kata-kata, baik bentuk
dasar maupun turunan.
Kita mengerti ide
yang terkandung di dalam kata demokrasi, yakni istilah
politik (1) (bentuk atau sistem) pemerintahan, segenap rakyat
turut serta memerintah
dengan perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat;
(2) gagasan atau
pandangan hidup yang
mengutamakanpersamaan hak dan
kewajiban serta perlakuaan
yang sama bagi
semua warga negara.
Kata demokrasi ini kita
lihat di dalam kamus, dan kalau diperhatikan pula hubungannya dengan unsur lain
dalam pemakaian kata tersebut, lalu kita tentukan konsep yang
menjadi ide kata
tersebut. Demikian juga
dengan kata partisipasi
mengandung makna idesional
‘aktivitas maksimal seseorang
yang ikut serta
di dalam suatu kegiatan
(sumbangan keaktifan)’. Dengan
makna idesional yang terkandung di
dalamnya kita dapat
melihat paham yang
terkandung di dalam makna suatu kata.
9. Makna Proposisi
Makna proposisi (bahasa
Inggris propositional
meaning) adalah makna
yang muncul bila kita membatasi pengertian tentang sesuatu. Kata-kata
dengan makna proposisi dapat
kita lihat di
bidang matematika, atau
di bidang eksaktra.
Makna proposisi mengandung pula
saran, hal, rencana,
yang dapat dipahami
melalui konteks (Djajasudarma, 1993).
Di bidang
eksakta, terutama matematika
kita kenal dengan apa
yang disebut sudut siku-siku makna
proposisinya adalah sembilan
puluh derajat (900).
Makna proposisi dapat
diterapkan ke dalam
sesuatu yang pasti,
tidak mungkin dapat diubah lagi,
misalnya, di dalam bahasa kita kenal proposisi:
a. Satu tahun sama dengan
dua belas bulan.
b. Matahari terbit di
ufuk timur.
c. Satu hari sama dengan
dua belas jam.
d. Makhluk hidup akan
mati.
e. Surga adalah tempat
yang sangat baik. Dan sebaginya.
10. Makna Pusat
Kridalaksana (1993: 133) memberikan arti makna pusat (central
meaning) adalah makna kata yang umumnya dimengerti bilamana kata itu diberikan
tanpa konteks. Makna pusat disebut juga makna tak berciri.
Makna pusat (bahasa Inggris central meaning) adalah makna yang
dimiliki setiap kata yang menjadi inti
ujaran. Setiap ujaran, baik klausa, kalimat, maupun wacana, memiliki
makna yang menjadi
pusat (inti) pembicaraan.
Makna pusat dapat hadir pada
konteksnya atau tidak hadir pada konteks.
Seseorang yang berdialog
dapat berkomunikasi dengan
komunikatif tentang inti suatu
pembicaraan, serta pembicara
dan kawan bicara
akan memahami makna pusat atau
dialog karena penalaran yang kuat.
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam
ekspresi berikut.
a. Meja itu bundar.
b. Ali seorang laki-laki.
c. Harga-harga semakin
memuncak.
d. Akhir-akhir ini sering
terjadi banjir.
e. Ia menghidupi
anak-istrinya dengan bekerja
memeras keringat. Dan sebagainya.
11. Makna Piktorial
Makna piktorial adalah
makna suatu kata
yang berhubungan dengan
perasaan pendengar atau pembaca.
Misalnya, pada situasi
makan kita berbicara
tentang sesuatu yang menjijikan
dan menimbulkan perasaan
jijik bagi si
pendengar, sehingga ia menghentikan kegiatan (aktivitas) makan
(Djajasudarma, 1993).
Perasaan muncul segera
setelah mendengar atau membaca sesuatu ekspresi yang menjijikkan,
atau perasaan benci.
Perasaan dapat pula
berupa perasaan gembira, di
samping perasaan-perasaan lainnya yang pernah atau setiap saat dapat kita
alami. Perhatikan contoh berikut, dapat kita tentukan makna piktorialnya.
a. Kenapa kausebut nama
dia.
b. Kakus itu kotor
sekali.
c. Ah, konyol dia.
d. Ia tinggal di gang
yang becek itu.
e. Mobil itu hampir masuk
jurang. Dan sebagainya.
12. Makna Idiomatik
Idiom adalah satuan
ujaran yang maknanya
tidak dapat diramalkan
dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupun secara gramatikal. Misalnya, secara gramatikal bentuk menjual rumah
bermakna ‘yang menjual
menerima uang dan yang
membeli menerima rumahnya’;
bentuk menjual sepeda
bermakna ‘yang menjual menerima
uang dan yang
membeli menerima sepeda’;
tetapi dalam bahasa Indonesia
bentuk menjual gigi, tidaklah
memiliki makna seperti bentuk menjual
rumah ataupun menjual sepeda,
melainkan bermakna ‘tertawa
dengan keras’. Jadi, makna
seperti yang dimiliki
bentuk menjual gigi, itu yang
disebut makna idiomatik. Seperti
contoh bentuk lain, membanting tulang,
meja hijau, tulang punggung, dan
sebagainya.
Kridalaksana (1993)
menyebutnya dengan makna
kiasan (transferred meaning, figurative
meaning) adalah pemakaian
kata dengan makna
yang tidak sebenarnya. Selanjutnya,
Djajasudarma (1993) memberikan
pengertian makna idiomatik adalah
makna leksikal yang
terbentuk dari beberapa
kata. Kata-kata yang disusun
dengan kombinasi kata
lain dapat pula menghasilkan makna
yang berlainan. Sebagian idiom
merupakan bentuk beku
(tidak berubah), artinya kombinasi kata-kata
dalam idiom berbenntuk
tetap. Bentuk tersebut
tidak dapat diubah berdasarkan
kaidah sintaksis yang
berlaku bagi suatu
bahasa. Makna idiomatik didapat
di dalam ungkapan
dan peribahasa. Seperti
terlihat pada ekspresi contoh
berikut.
a. Ia bekerja membanting
tulang bertahun-tahun.
b. Aku tidak akan
bertekuk lutut di hadapan dia.
c. Kasihan, sudah jatuh
tertimpa tangga pula.
d. Seperti ayam mati
kelaparan di atas tumpukan padi.
e. Tidak baik menjadi
orang cempala mulut (lancang).
Idiom dan peribahasa terdapat pada semua bahasa, terutama pada
bahasa-bahasa yang penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi. Untuk
mengenal makna idiomatik tidak ada jalan lain selain harus melihat dan membaca
di dalam kamus, khususnya kamus peribahasa dan kamus idiom.
C. Medan Makna
Medan makna (semantic domain, semantic field) atau
medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling
berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas
dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah
tangga.
Dengan sistem
semantik, tata bahasa atau leksikogramar, dan ekspresi, bahasa telah membingkai
atau mengungkung seseorang untuk berpikir, merasakan sesuatu, bersikap atau bertindak,
dan berkeyakinan terhadap sesuatu. Dengan kata lain, bahasa telah
membingkai kognisi, emosi, sikap, dan unsur spritual seseorang dalam
memahami alam semesta.Setiap bahasa memiliki sistim semantik, leksikogramar dan
ekspresi yang unik (di samping keuniversalan bahasa) yang membedakan satu
bahasa dengan yang lain.
Hal ini berimplikasi bahwa
pengalaman atau pemahaman tentang realitas yang dibentuk dengan suatu
bahasa berbeda dengan pengalaman atau pemahaman yang dibentuk dengan
bahasa lain. Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana pembentukan jati diri
seseorang atau suatu bangsa. Satu bangsa berbeda dengan yang lain karena
persepsi bangsa itu terhadap alam dansosial semesta berbeda dengan persepsi
yang lain dan perbedaan persepsi itu akibat perbedaan bahasa. Semantik
merupakan salah satu komponen dalam cabang ilmu linguistik yang
mengkhusus dalam pengkajian makna.
Makna bahasa terutama
makna kata dapat kita petakan menurut komponennya. Pandangan seperti ini, dapat
dilihat dalam teori medan makna yangmenyatakan bahwa kosakata dalam suatu
bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok kata yang menunjuk kepada satu
perkongsian makna tertentu, misalnya apabila kita mendengar seseorang
menyebut alat ganti kereta , tentunya kita terbayang bermacam-macam jenis alat
ganti kereta. Dalam hal ini kesemua alat ganti tersebut sebenarnya berkongsi
satu bilik yang dinamakan bilik alat ganti. Apakah sebenarnya medan makna?
Sebuah medan makna,
menurut Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata
bergeser, makna kata lain dalam medan makna tersebut juga akan berubah (Lehrer,
1974:16).
Medan makna menurut
Kamus Linguistik (1997) merupakan kumpulan butir leksikel yang maknanya saling
berhubung kait disebabkan kehadiran masing-masing dalam konteks yang serupa. Untuk
menggambarkan hubungan sesuatu butir leksikel, kata atau antarkata melalui satu
medan makna yang dikongsi oleh kata yang lain dalam suatu bidang tertentu dapat
diungkapkan melalui komponen makna yang terdapat dalam kata-kata dalam suatu
bidang tertentu.
Kridalaksana (1993) menyatakan
bahwa medan makna (semantic field, semantic domain) adalah bagian dari sistem
semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas
dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur
leksikal yang maknanya berhubungan. Kata-kata atau leksem-leksem dalam setiap
bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kesamaan
ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu. Umpamanya, kata-kata kuning, merah,
hijau, biru, dan ungu berada dalam satu kelompok, yaitu kelompok warna.
Kata-kata yang berada
dalam satu kelompok lazim dinamai kata-kata yang berada dalam satu medan makna
atau satu medan leksikal, yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain,
semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya
saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna.
Medan
makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan.
Kata-kata
atau leksem-leksem yang megelompokkan dalam satu medan makna, berdasarkan sifat
hubungan semantisnya dapat di bedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan
set kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata
atau unsur-unsur leksikal itu. Misalnya, dalam kalimat di bawah ini :
Supir metro mini mengintruksikan kepada karnet
agar meminta ongkos ke penumpang.
Kita
menemukan kata-kata supir, metromini, kernet, dan penumpang yang merupakan
kata-kata dalam satu lokasi, satu tempat atau lingkungan yang sama, yang
berkenan dengan lingkungan darat (dalam
metromoni).
Kalau
kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka
kelompok set menunjuk, pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada
dalam satu kelompok set biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya
merupakan satu kesatuan. Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam
hubungan dengan anggota-anggota lain dalam set itu umpamanya, kata remaja
merupakan tahap perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa, sedangkan kata
sejuk merupakan suhu diantara dingin dan hangat, maka kalau kata-kata yang satu
set dengan remaja dan sejuk dibagankan adalah menjadi sebagai berikut :
CONTOH SET (PARADIGMATIK)
Manula/lansia
|
Terik
|
Dewasa
|
Panas
|
Remaja
|
Hangat
|
Kanak-kanak
|
Sejuk
|
Bayi
|
Dingin
|
Pengelompokan
kata atas kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dapat memahami
konsep-konsep budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan
ini sering kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal
yang di kelompokkan itu, misalnya, kata karang dapat masuk dalam kelompok medan
makna pariwisata dan dapat pula masuk kedalam kelompok medan makna kelautan, selain itu pengelompokan
kata atas medan makna ini tidak mempedulikan adanya nuansa makna, perbedaan
makna denotasi dan konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga memiliki juga makna
“belum dewasa”, keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan membantah,
serta tidak konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makna ini hanya
tertumpu pada makna dasar, makna denotatif, atau makna pusatnya
saja.
Kolokasi menunjuk pada
hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal
itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu
memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang
ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit
menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang
belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu
kolokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi
ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan
tentang jenis makna ada juga, yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di sini
adalah makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan
kata yang lain yang merupakan kolokasinya. Misalnya: kata cantik, tampan, dan
indah sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki
komponen atau ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki komponen
atau ciri makna [-laki-laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna
[-manusia]. Oleh karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik,
lukisan indah, sedangkan bentuk *pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat
diterima.
D.Komponen Makna
Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen
makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan
“pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki
komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya
anak. Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau
komponen makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan ibu tidak memiliki kata
jantan.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin
|
+
+
+
+
|
+
+
_
+
|
Keterangan : tanda +
mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen makna
tersebut.
Konsep analisis
dua-dua ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan
juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Dengan analisis biner
ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan
medan makna.
Ada tiga hal yang
perlu dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih bersifat netral
atau umum sedangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata siswa
dan siswi. Kata siswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk
“pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata siswi lebih bersifat khusus karena hanya
mengenai “wanita” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari
pasanganya karena memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki
pasangan lebih dari satu. Contoh yang sukar dicari pasanganya adalah kata-kata
yang berkenaan dengan nama warna. Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya
lebih dari satu, yaitu berdiri misalnya kata berdiri bukan hanya bisa
dipertentangkan dengan kata tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah,
duduk, jongkok dan berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara
bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus.
Contohnya, ciri jantan dan dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan
dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa juga dewasa sebab tidak ada alasan bagi
kita untuk menyebutkan ciri jantan lebih bersifat umum daripada dewasa, begitu
juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak menyiratkan makna yang lain.
E. Kelemahan Analisis Komponen Makna Menggunakan Pembagian Biner
Di samping memiliki
beberapa mamfaat, analisis komponen makna juga memiliki keterbatasan. Analisis
komponen makna tidak dapat diterapkan pada semua kata, karena komponen makna
kata berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen makna
lebih banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada
kelas kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat diberi ciri-ciri
semantik.
Walaupun analisis
komponen makna ini dengan pembagian Biner banyak kelemahanya tetapi cara ini
banyak manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan
tranformasional juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap analisis
komponen makna ini menjadi meningkat. Analisis semantik kata yang dibuat
seperti diatas tentu banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat,
tetapi pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara
lengkap bukanlah pekerjaan yang mudah sebab memerlukan pengetahuan budaya,
ketelitian, waktu, dan tenaga yang cukup besar.
F. Kesesuaian Semantis dan Gramatis
Seorang bahasawan atau
penutur suatu bahsa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena
dia menguasai semua kalimat yang ada dalam bahasanya itu, melainkan karena
adanya kesesuaian ciri-ciri semantik antara unsur leksikal yang satu dengan
unsur leksikal lainnya. Contoh: kata, wanita dan mengandung mempunyai
kesesuaian ciri semantik. Tetapi antara jejaka dan mengandung tidak ada
kesesuaian cirri semantik. Karena pada kata wanita ada kesesuaian ciri (+
mengandung) sedangkan pada kata jejaka ada ciri (+ non mengandung).
Ciri
|
Wanita
|
jejaka
|
Insan
Mengandung
|
+
+
|
+
_
|
Kesesuaian ciri
berlaku bukan hanya pada unsur-unsur leksikal saja, tetapi juga berlaku antara
unsur leksikal dan gramatikal. Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata
ayam, tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari
kata ayam.
Kata seekor sesuai
dengan kata ayam, karena keduanya mengandung ciri (+tunggal), sebaliknya kata
seekor tidak sesui dengan kata ayam-ayam karena seekor berciri makna (+ tunggal)
sedangkan ayam-ayam berciri makna (-tunggal).
Ciri
|
Seekor
|
ayam
|
ayam-ayam
|
tunggal
|
+
|
+
|
_
|
Kata seekor dan guru
juga tidak mempunyai kesesuaian karena kata guru berciri makna (+manusia)
sedangkan kata seekor (-manusia). Kata seekor hanya sesuai dengan kata yang
berciri (-manusia), misalnya ayam dan kambing,. Kata ayam pun tidak sesuai dengan
kata seorang karena kata seorang berciri (+manusia).
Ciri
|
guru
|
seekor
|
ayam
|
seorang
|
manusia
|
+
|
-
|
-
|
+
|
Adanya kesesuaian
unsur-unsur leksikal dan integrasinya dengan unsur gramatikal sudah banyak
diteliti orang sejalan dengan pesatnya penelitian di bidang semantik sejak
tahun 60-an. Pada ahli tata bahasa generatif seperti Chfe (1970) dan Fillmore
(1971) berpendapat bahwa setiap unsur leksiakal mengandung ketentuan ketentuan
penggunaannya yang sudah terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat semantik.
Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramtikal yang
berlaku jika suatu unsur gramatikal yang hendak digunakan. Contohnya, kata
kerja “ makan” dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subjek
dan sebuah objek (walaupun di sini objek bisa dihilangkan).
Selain itu, ketentuan-ketentuan
semantik menunjukkan ciri-ciri semantis yang harus ada di dalam unsur-unsur
leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan gramatikal tersebut
. Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus mengandung ciri makna
(+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna (+makanan).
BAB III SIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Semantik adalah bagian
dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan dengan struktur
makna suatu wicara.
2. Makna adalah maksud
pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi, serta perilaku
manusia atau kelompok.
3. Medan
makna (Semantik domain, semantik Field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur
leksikal yang maknanya saling berhubungan karena mengambarkan bagian dari
bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
4. Komponen
makna ialah makna yang dimiliki setiap kata yang terdiri atas sejumlah komponen
yang berbentuk keseluruhan makna kata itu.
5. Kesesuaian
semantik dan gramatis seorang penutur suatu bahasa dapat memahami dan
menggunakan bahasanya bukanlah karena dia menguasi sebuah kalimat yang ada
dalam bahasanya itu, melainkan karna adanya unsur kesesuaian atau kecocokan
ciri-ciri semantik dengan unsur leksikal yang satu dengan unsur leksikal
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes,
Michael (Ed). 2001 (1999). Webster’s New
World College Dictionary (Edisi ke-4). Cleveland : IDG Books Worldwide, Inc.
Alwi,
Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Aminuddin.
2011. Semantik Pengantar Studi Tentang
Makna. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Fromkin,
Victoria dan Robert Rodman. 1998. An
Introduction to Language (Edisi ke-6). Orlando : Harcourt Brace
College Publishers.
Chaer,
Abdul. 2009. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Cruse,
Alan.2000. Meaning in Language. An
Introduction to Semantics and Pragmatics. Oxford : University Pres
Djajasudarma, T.
Fatimah. 1993. Semantik
1. Pengantar ke Arah
Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
_________________1993. Semantik 2.
Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.
Kridalaksana, Harimurti.
1993. Kamus Linguistik. Edisi
Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Leech,
Geoffrey. 1993. Prinsif-Prinsif Pragmatik.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Lyons,
John. 1996/1995. Linguistic Semantics.
Cambridge : Cambridge University Press.
Pateda, Mansoer. 1994. Sosiolinguistik.
Bandung: Angkasa.
____________. 2001.Semantik
Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Saeed,
John.I. 2000/1997. Semantics. Oxford:
Blackwell Publishing Ltd.
Tarigan,
HG. 1985. Prinsip-prinsip dasar
Sintaksis. Bandung: Angkasa
Tidak ada komentar
Posting Komentar