Belajar
Makalah Psikologi Kognitive dan Pembentukan Pengetahuan
Upaya menciptakan proses
pembelajaran yang bermutu dan berhasil, dapat dilakukan dengan mewujudkan
perilaku psikologis proses pengajaran dan pembelajaran antara (pendidik dan
peserta didik) dapat berjalan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pernyataan ini, menunjukkan bahwa pengetahuan psikologi
pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi guru (pendidik) dalam
melaksanakan pengajaran dan bagi peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
Di dalam proses pengajaran dan pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik, dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-rambu oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta didik secara efektif dan efesien. Para tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan aplikasi psikologi pendidikan agar mereka melaksanakan pengajaran dalam proses pendidikan secara berdayaguna dan berhasilguna. Pengetahuan tentang psikologi yang berhubungan dengan pendidikan merupakan suatu keharusan yang mutlak yang perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi pendidikan, peneliti pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam melaksanakan tujuan pendidikan.
Di dalam proses pengajaran dan pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik dengan peserta didik, dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-rambu oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta didik secara efektif dan efesien. Para tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan aplikasi psikologi pendidikan agar mereka melaksanakan pengajaran dalam proses pendidikan secara berdayaguna dan berhasilguna. Pengetahuan tentang psikologi yang berhubungan dengan pendidikan merupakan suatu keharusan yang mutlak yang perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi pendidikan, peneliti pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam melaksanakan tujuan pendidikan.
Proses pengajaran dan pembelajaran
menghadapi banyaknya perilaku-perilaku psikologis, baik prilaku individu,
kelompok, dan sosial yang harus dipahami guru atau dosen (pendidik) dan peserta
didik.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikologi Kognitif
Psikologi Kognitif menaruh perhatian
atas pertanyaan-pertanyaan yang
menunjuk pada cakupan psikologi kognitif, diantaranya :
a.
Bagaimana kita
memperoleh, mentransformasikan, merepresentasikan, menyimpan, dan mendapatkan kembali suatu
pengetahuan/ informasi
b.
Bagaimana
pengetahuan/ informasi tersebut merebut perhatian kita
c.
Bagaimana kita
merespon pengetahuan/ informasi yang kita terima.
Kognisi merupakan proses internal yang tidak tampak.
Pengetahuan (teori-teori/ model-model) yang dikembangkan untuk menjawab
pertanyaan tersebut dibangun atas dasar asumsi-asumsi tertentu.
B. Model-model dalam Psikology Kognitif
Konsep-konsep
ilmiah merupakan metafora yang
dihasilkan oleh manusia untuk membantu komprehensi terhadap realitas. Para ahli
psikologi menghasilkan model-model konseptual di dalam psikologi kognitif
dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem yang mencerminkan sifat-sifat
persepsi manusia, berpikir, dan pemahaman terhadap dunia sekeliling.
Seperti
telah disebutkan di atas, model-model kognitif dibangun atas dasar
asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut merupakan hasil observasi terhadap prosesproses kognisi manusia. Asumsi-asumsi
yang tertulis dalam tabel di atas diintegrasikan ke dalam suatu sistem besar,
yang disebut model kognitif.Pembuatan model-model tersebut dapat rnembuat
observasi selanjutnya menjadi lebih komprehensif.
Model
yang paling umum digunakan untuk menjelaskan psikologi kognitif adalah model pemrosesan informasi (information-processing
model). Model pemrosesan informasi telah mendominasi psikologi
kognitif, tetapi model-model yang lain, yang berkembang di dalam ilmu komputer
dan neuroscience
(ilmu tentang syarafl, telah dikombinasikan dengan psikologi kognitif,
membentuk ilmu kognitif.
a). Informasi diproses melalui tahapan
yang berurutan.
Tahapan-tahapan
tersebut misalnya: persepsi, pengkodean informasi, pemanggilan kembali informasi dari memori
(mengingat), pembentukan konsep, keputusan, dan produksi bahasa). Seluruh
komponen model pemrosesan informasi berhubungan dengan komponen-komponen yang
lain, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi tahap yang pertama. Namun
demikian kita dapat berpikir bahwa proses tersebut diawali dengan datangnya
stimulus.
Stimulus
tersebut tidak secara langsung direpresentasikan di dalam otak, tetapi
ditransformasikan dalam struktur neurologis dan symbol-simbol yang bermakna,
yang oleh beberapa psikolog kogtiitif disebut Internal Representations (representasi
internal).
b). Tiap-tiap tahap menunjukkan
fungsi-fungsi yang unik.
Tiap-tiap
tahap menerima informasi dari tahap sebelumnya dan kemudian menampilkan fungsi
uniknya.
Dua
pertanyaan yang muncul dari model pemrosesan informasi adalah :
·
Tahapan-tahapan apa yang dilalui oleh
informasi yang diproses ?
·
Dalam bentuk apakah suatu pengetahuan
direpresentasikan ?
C. Asal Mula
Psikology Modern
Porsi terbesar psikologi kognitif adalah
berkaitan dengan persoalan bagaimana pengetahuan direpresentasikan di dalam
pikiran. Isu mengenai representasi pengetahuan (sering juga disebut
representasi internal), dalam beberapa abad telah memicu sejumlah pertanyaan
mendasar: bagaimana pengetahuan diperoleh, disimpan, ditransformasikan, dan
digunakan? Apakah sifat-sifat persepsi dan memori itu? Apakah berpikir itu, dan
bagaiman kemampuan tersebut berkembang?
Berikut ini adalah penelusuran kesan-kesan
dari berberpa aliran psikologi dalam menjawab pertanyaan mengenai bagaimana
peristiwa-peristiwa di luar diri seseorang menimbulkan reaksi internal.
a). Periode
Awal
Ketertarikan
terhadap pengetahuan dapat dilacak dari Hiroglip Mesir Kuno. Tulisan tersebut
menunjukkan bahwa penulisnya meyakini pengetahuan berpusat di dalam hati,
merupakan pandangan yang juga disebarkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles (384322
SM). Lain halnya Plato (427-347), ia berpandangan bahwa pikiran berpusat di
otak.
Isu mengenai representasi pengetahuan ini
juga didiskusikan oleh para filsuf Yunani dengan konteks yang sekarang ini
dikenal sebagai struktur dan proses. Namun kemudian terbengkalai hingga abad
17-an. Meskipun semula para para psikolog modern masih cenderung berdebat,
masing-masing menekankan salah satu, struktur atau proses, namun akhirnya
terdapat peningkatan kesadaran bahwa kedua hal tersebut saling berpelukan
(merupakan sesuatu yang tak terpisahkan).
·
Struktur, yaitu organisasi system kognitif,
sebagian besar bersifat metafora (pengumpamaan). Struktur yang dipostulatkan
(dirumuskan sebagai dalil) ini merupakan "representatifl' organisasi
keberadaan mental, bukan merupakan suatu yang harafiah seperti yang
digambarkan. Misalnya, struktur mengenai memori oleh para teoris dikonsepkan
terdiri dari memori jangka pendek dan memori jangka panjang, direpresentasikan
(digambarkan) dengan metafora "kotak penyimpanan".
·
Istilah proses, menunjuk pada system operasi
atau fungsi-fungsi kognisi seperti analisa, transformasi atau perubahan
peristiwa-peristiwa mental. Misalnya, hal lupa, memory coding, perpikir, dll. Proses,
bersifat aktif, sedangkan struktur bersifat pasif.
Struktur
dan proses bekerja bersama-sama dalam pemrosesan informasi.
b). Periode Pertengahan
Para
filsuf dan teolog renaissance nampaknya cukup puas dengan pengetahuan yang
berpusat di otak. Dan bahwa pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui panca
indera, namun juga melalui penyelaman.
·
Abad 18
Empiris
Inggris (Berkeley, Hume, James Mill dan anaknya John Steward Mill) mengusulkan
bahwa pengetahuan terdiri dari tiga tahap: (1) penginderaan secara langsung,
(2) mengkopi hasil penginderaan, (3) transformasi dari pengkopian tersebut,
berasosiasi dengan pikiran.
·
Abad 19
Para
filsuf bergerak dari filsafat (yang bersifat spekulatif) ke bentuk disiplin
yang berdasar hasil-hasil empirik (Fechner, Brentano, Helmholtz, Wundt, Muller,
Kulpe, Ebbinghause, Gallon, Titchener, dan James).
Pada
akhir pertengahan abad 19 teori-teori representasi pengetahuan terpisah secara
tegas:
1). Wundt (Jerman) dan Edward Titchener (AS)
menekankan
struktur representasi mental.
2).
Franz Brentano (Austria) menekankan proses representasi
mental.
3).
William James (AS): "baik struktur maupun mental sama-
sama penting! Tidak seperti perdebatan para
filsuf pada masa-masa awal, dalam periode ini para tokoh meguji adanya struktur
atau proses tersebut secara eksperimental.
c). Awal
Abad 20
Psikologi
kognitif yang dikonsepkan pada akhir abad 19 tiba-tiba tenggelam, digantikan
dengan Behaviorisme yang menggunakan kerangka kerja psikologi stimulus-respons
(S-R). Studi-studi mengenai operasi-operasi mental dan struktur internal seperti
perhatian, memori, dan berpikir beristirahat total selama 50 tahun. Bagi para
behavioris, representasi internal merupakan variable pengantara (intervening
variables) yang merupakan konstruk hipotetik yang diasumsikan
mengantarai efek stimulus terhadap respon. Tokoh-tokoh behaviorisme pada masda
itu, Woodworth, Hull, dan Tolman menikmati popularitas yang tinggi.
d). Kemunculan
Kembali Psikologi Kognitif
Pada
tahun 1950-an, minat mulai berfokus kembali pada persoalan perhatian, memori,
rekognisi pola imaginasi, organisasi semantic, proses-proses bahasa, berpikir,
dan topik-topik psikologi kognitif lainnya. Jurnal jurnal penelitian dan
kelompok kelompok professional baru menandai bahwa para psikolog mulai beralih
kembali kepada psikologi kognitif. Kemunculan kembali psikologi kognitif ini
dipicu oleh:
1). Kegagalan Behaviorisme.
Behaviorisme
gagal memperhitungkan adanya perbedaan individual. Bagaimanapun juga nampak
bahwa proses mental internal berhubungan erat dengan stimulus dan menentukan
perilaku.
2). Kemunculan teori-teori komunikasi.
Teori
komunikasi menyumbang eksperimen dalam deteksi sinyal, perhatian, cybernetics,
dan teori informasi yang sangat relevan dengan psikologi kognitif.
3). Linguistik modern.
Cara
pandang yang baru mengenai bahasa dan struktur gramatikal mempengaruhi sikap
terhadap kognisi.
4). Riset-riset mengenai memori.
5). Ilmu komputer dan perkembangan teknologi.
Ilmu
komputer, khususnya sub-divisi Artificial Inteligence (AI) menyebabkan diuji
kembali postulat dasar mengenai pemrosesan dan penyimpanan memori seperti
halnya pemrosesan bahasa dan akuisisi (kemahiran). Penelitiaan-penelitian
diperluas dengan menggunakan alat-alat eksperimen yang baru.
D.
Revolusi
Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Kognitif
Pada
tahun 1962 Thomas Khun (filsuf, ahli fisika, dan sejarawan dari Universitas
Chicago) menulis buku The Structure of Scientific Revolution. Karena
buku ini berisi pandangan baru mengenai perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan,
dapat menjadi cermin akan adanya revolusi dalam sejarah ilmu pengetahuan.
Revolusi ilmu pengetahuan menurut Thomas Khun ditandai oleh pergantian
paradigma yang berhubungan dengan penemuan monumental dan/atau peralihan
sejumlah besar ilmuwan dari metode-metode dan konsep-konsep tradisional.
Peralihan
di dalam psikologi Amerika antara tahun 1950-1960, menunjukkan adanya
pergantian paradigma yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai revolusi
kognitif. Lebih tepatnya dapat dikatakan terjadi pada tahun 1956, yaitu saat
dilaksanakannya symposium teori informasi di kampus MIT yang melibatkan
pembicara seperti Naom Chomsky, Jerome Bruner, Allen Newell dan Herbert Simon,
serta George Miller. Simposium tersebut telah memberikan efek pendekatan baru
dalam psikologi: menerima proses-proses mental dan representasi pengetahuan
sebagai kom nen yang perlu dan syah (legitimate) untuk memahami psikologi
manusia.
Tema
utama revolusi kognitif (kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak
putih"/ white-box theory) adalah bahwa proses-pmses internal merupakan
pokok bahasan dalam psikologi. Hal ini berkebalikan dengan behaviorisme
(kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak hitam"/ black-box
tlreory) yang mengusulkan bahwa respon-respon atau perilaku
merupakan pokok bahasan psikologi yang sebenarnya.
E.
Teori
Perkembangan Kognitif
Dikenbangkan
oleh Jean Peaget, seorang psikolog Swis yang hidup tahun 18961980. Teorinya
memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat mempresentasikan dunia dan melakukan operasi
logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya- dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini
digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori
nativisme ( yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus
Prize. Piaget meembagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya
melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan semakin canggih seiring
pertambahan usia,
a. Periode
sensorimotor ( usia 0-2 tahun)
b. Periode
praoperasional (usia 2-7)
c. Periode
operasional konkrit (usia 7-11)
d. Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Sumber:
Solso, Robert, L. 1991. Cognitive Psychology. Singapore:
Allyn and Bacon.
F. Pembentukan Pengetahuan Menurut Model
Konstruktivis
Pembentukan
pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subjek aktif menciptakan
struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan
struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif
akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang
diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah
dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organism yang sedang
berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi (Piaget, 1988:60)
Yang
terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran
siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atao orang lam. Mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara
aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu
mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa(Suparno, 1997: 81).
Belajar
lebih diarahkan pada ezperiental learning yaitu merupakan
adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi
dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan
pengembangan konsep baru.
Karenanya
aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan
pada pebelajar. Beiajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome)
juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang
ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated),
bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bias objektif maupun subjektif,
berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia
(Semiawan, 2001:6).
Siswa
akan menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berpikir
bukan meniru. Konstruktivisme sebagai aliran psikologi kognitif menyatakan
manusialah yang membangun makna terhadap suatu realita. Implikasinya dalam
belajar dan mengajar, bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuhlam
upaya dari pikiran guru ke pikiran siswa. Siswa sendirilah yang aktif secara
mental dalam membangun pengetahuannya (Howe, 1996: 45; Carl bereiter, 1994:
21-22). Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada
pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada
pembentukan gagasan, gambaran,gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala
sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti
lain dengan arti seharihari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis
seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula
pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno,
1977:80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan
pengetahuan. Pemerolehan ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan,
menggali dan menilai sendiri apa yang kita ketahui.(Anonim, 2002:1)
Proses
pembelajaran yang terjadi menurut pandangan konstruktivisme menekankan pada
kualitas dari keaktifan siswa dalam menginterpretasikan dan membangun
pengetahuannya. Setiap organism menyusun Mengutamakan pengalamannya dengan
jalan menciptakan struktur mental dan menerapkannya dalam pembelajaran. Suatu proses
aktif dalam mana organism atau individu berinteraksi dengan lingkungannya dan
mentransformasikannya ke dalam pikirannya dengan bantuan struktur kognitif yang
telah ada dalam pikirannya (Cobb,1994:15). Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran konstruktivis, yaitu:
a). Mengutamakan pembelajaran yang bersifat
nyata dalam
konteks yang relevan.
b). Mengutamakan proses,
c). Menanamkan pembelajaran dalam konteks
pengalaman social,
d).Pembelajaran dilakukan dalam upaya
mengkonstruksi pengalaman
(Honebein,
1996:5)
Dalam
perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget
yaitu struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur,
Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental
perkembangan logis anak-anak. Tindakan(action) menuju pada operasi-operasi dan
operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur.
Operasi
memiliki empat cirri yaitu: (1) operasi merupakan tindakan yang
terinternalisasi. Tidak ada garis pemisah antara tindakan fisik dan mental, (2)
operasi bersifat reversible, (3) operasi itu selalu tetap walaupun terjadi tranformasi
atau perubahan, (4)tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi
berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi.
b. Isi,merupakan pola
perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
c. Fungsi, adalah
cara yang digunakan organism untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaftasi (1) Organisasi
memberikan pada arganisme kemampuan untuk mengestimasikan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi system-sistem yang
teratur dan berhubungan.(2) Adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
·
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan
dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah
ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan
menyebabkanperubahan/pergantian schemata meiainkan perkembangan schemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
rrtengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu
berkembang.
·
.Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan
atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang
baru dengan schemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi
sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.Dalam keadaan demikian
orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untu membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi
seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka
terjadilah ketidakseimabangan(disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu
maka’ terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami
perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini
merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang(disequilibriumequilibrium).
Tetapi bila terjadi ketidakseimbangan maka individu akan berada pada tingkat
yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
BAB III SIMPULAN
Keberhasilan
untuk mengembangkan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan
psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati, baik
kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, disamping
kecakapan psikmotor tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan banyak terikat
oleh kecakapan afektif.
Banyak
contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap
perkembangan kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi yang baik (
dalam arti yang luas dan ideal ) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah
tentu akan lebih rajin beribadah shalat, puasa, mengaji. Sebab ia merasa member bantuan itu adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang
berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia
terima dari gurunya (
kognitif ).
Berdasarkan
uraian diatas, dapat kita tarik kesimpulan
bahwa upaya guru dalam mengembangkan
keterampilan ranah kognitif para siswanya merupakan hal yang sangat penting jika guru
tersebut menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah psikologis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Iskandar, M.Pd, Psikologi PendidikanSetelah Orientasi Baru,
Gaung Persada ( GP ) Press – 2009 ( Jambi)
Muhibbin Syah, M.Ed, Psiklogi Belajar, PT Gajah Grafindo Persada,
Jakarta, 2005, Pengantar dari Prof. Dr. S.C. Utami Munandar ( GuruBesar
Psikologi UI )
Anderson, John R, Cognitive Psychology and Its Implication, 3rd.
Edition. New York : W.H. Freeman and Company, 1990
Best, John B, Cognitive Psychology. 2nd
Edition. New York : Wet Publishing Company.1985
Tidak ada komentar
Posting Komentar