Langkah-Langkah Penerapan Budaya Positif di Sekolah. Pemerintah Republik Indonesia berupaya untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia dengan membuat dan menetapkan peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak. Dalam UUD 1945 pasal 28B ayat 2 tertulis, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pemerintah Indonesia juga
telah meratifikasi konvensi hak anak (convention on the rights of the children)
melalui KEPPRES Nomor 36 tahun 1990, isinya menyebutkan bahwa semua anak
mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Juga pada Pasal 29 ayat
(1) yang menekankan pendidikan bertujuan untuk pengembangan kepribadian, bakat,
kemampuan mental dan fisik anak hingga mencapai potensi sepenuhnya,
pengembangan sikap menghormati hak-hak asasi manusia, pengembangan sikap
menghormati kepada orangtua, kepribadian budaya, bahasa, dan nilai-nilai.
Kemudian, penyiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam suatu
masyarakat dan semangat saling pengertian, tenggang rasa, kesetaraan gender,
serta persahabatan antar semua bangsa, suku, agama, termasuk anak dari penduduk
asli, kemudian pengembangan rasa hormat pada lingkungan alam.
Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan terhadap Anak di Lingkungan Satuan Pendidikan, menyatakan bahwa
pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan bertujuan
untuk:
a.
Melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan
pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan.
b.
Mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan.
c.
Mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan
kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai
korban maupun pelaku.
Bagaimana Langkah-Langkah Penerapan Budaya Positif di
Sekolah ? Penerapan pendekatan budaya
positif pada dasarnya bukan hal baru dalam proses membina dan membimbing anak
baik dalam keluarga maupun dalam proses belajar di sekolah dan lingkungan
masyarakat. Sejalan dengan gagasan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara saat
mendirikan dan menjalankan perguruan taman siswa sebagai tempat perguruan yang
mendidik generasi muda Indonesia pada masa itu. Ki Hajar Dewantara menyakini
bahwa dasar pendidikan penjajah pada waktu itu bersifat perintah dan hukuman
tidak cocok untuk mendidik generasi muda, namun harus bersifat tertib dan damai
serta tata-tentrem dalam suasana momong, among dan ngemong.
Ngemong dalam bahasa jawa
berati proses untuk mengamati, merawat dan menjaga agar masyarakat mampu
mengembangkan dirinya, bertanggung jawab dan budaya berdasarkan nilai-nilai
yang telah diperolehnya, maksudnya yaitu sebagai pemimpin mampu melihat kondisi
masyarakatnya dalam segala kondisi dan situasi, kondisi aman maupun terancam
dengan naungan dari pemimpin, agar masyarakat merasa nyaman di segala situasi
serta mendapatkan kebebasan untuk berkreasi tanpa adanya ancaman. Sedangkan
momong berarti merawat dengan tulus dan penuh kasih sayang serta mentransformasikan
kebiasaan-kebiasaan atau membiasakan hal-hal baik disertai doa dan harapan agar
kelak buah rawatan dan kasih sayangnya menjadi contoh yang baik dan selalu di
jalan kebenaran dan keutamaan, maksudnya yaitu sebagai seorang pemimpin harus
dapat mengasuh rakyatnya dengan dasar “tut wuri handayani”; dan among berarti
memberi contoh, artinya sebagai seorang pemimpin harus mampu menjadi suri
tauladan bagi masyarakat yang di pimpinnya dan pemimpin juga mampu melayani
masyarakatnya (Mahmutarom HR,Op-Cit, hal.126, dapat juga di lihat pada
Kepemimpinan berbasis Nilai dalam Mengembangkan Mutu Madrasah)
Beliau juga menyatakan
“Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir;
sedangkan merdekanya hidup batin terdapat dari Pendidikan“ yang diwujudkan pada
3 konsep Pendidikan yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan
Tut Wuri Handayani.
Penerapan pendekatan Budaya
Positif merupakan pendekatan mendidik dan membina kebudayaan yang bertumpu pada
upaya membangun pemikiran dan perilaku positif peserta didik. Pendekatan Budaya
Positif dapat membuat peserta didik untuk mengontrol perilakunya sendiri karena
pemahaman dan kesadarannya, bertanggungjawab atas pilihan tindakan dan perilakunya
sebagai perwujudan menghormati diri sendiri dan orang lain.
Dalam penerapan pendekatan budaya
positif, ada 2 syarat utama yang harus dimiliki oleh para pendidik/tenaga
kependidikan, yaitu percaya dan peduli kepada peserta didik serta tahu, kenal,
dan pahami perilaku peserta didik dalam perkembangannya. Para pendidik dan
tenaga kependidikan harus mengondisikan agar peserta didik percaya dan peduli
kepada mereka, sehingga terbangun sikap dan kondisi saling menghormati dan
menghargai.
Salah satu cara menerapkan Langkah-Langkah Penerapan Budaya Positif di
Sekolah, para pendidik/tenaga kependidikan dapat menerapkan konsekuensi
logis berfokus solusi (lingkaran merah), serta penguatan dan dorongan positif
kepada peserta didik untuk hal-hal baik yang ditunjukkan/dilakukan. Penerapan
konsekuensi logis berfokus solusi dilakukan pada saat pendidik/tenaga
kependidikan menghadapi peserta didik yang berperilaku tidak tepat ataupun
peserta didik yang kesulitan membuat keputusan atas pilihan-pilihan yang
dihadapinya.
Pada saat menerapkan
konsekuensi logis berfokus solusi, ada 2 syarat kondisi dan 4 prinsip penerapan
yang harus dipenuhi, agar prosesnya menjadi pembelajaran bagi peserta didik.
Syarat yang pertama adalah “membangun koneksi sebelum mengoreksi perilakunya”
agar terbangun kondisi yang nyaman dalam proses pembelajarannya, sehingga
peserta didik tidak terbeban/tertekan dan merasa semakin dipersalahkan karena
perilakunya.
Kemudian syarat yang kedua
adalah “bertanya dan bukan menasehati.” Tujuannya bukan sekadar agar
pendidik/tenaga pendidik tahu namun lebih ditujukan agar peserta didik belajar
memahami perilakunya.
Tahapan yang harus dilakukan
pada waktu menerapkan konsekuensi logis berfokus solusi adalah:
1). Memahami sebab dan
akibat; agar peserta didik mengetahui dan menyadari penyebab dan akibat dari
perilakunya.
2). Menerapkan konsekuensi
logis; agar peserta didik mengetahui dan menyadari dampak kepada diri sendiri
dan orang lain bila perilakunya terus berulang serta nilai-nilai kebajikan dan
nilai-nilai kehidupan yang terabaikan karena perilakunya.
3). Menemukenali pilihan
solusi; agar anak mengetahui dan memahami pilihan-pilihan solusi terhadap
penyebab dan akibat dari perilakunya sehingga dapat menghindari dampak yang
mungkin terjadi ke depannya.
4). Menyepakati solusi
pilihan; agar peserta didik mengetahui solusi yang paling mungkin dilakukannya
terkait penyebab dan akibat dari perilaku tidak tepatnya itu.
Ke-4 tahapan penerapan
konsekuensi logis tersebut dilakukan dalam dialog yang menuntun, membangun
pemikiran, dan kemampuan peserta didik untuk mengelola perilaku dan pilihan
sikap/tindakannya.
Bila pendekatan budaya
positif dilakukan secara konsisten, pendidik dan tenaga kependidikan mampu
meningkatkan kualitas peserta didik dalam keterampilan hidup, sosial, pemecahan
masalah, dan bertanggung jawab. Nantinya akan berguna bagi peserta didik dalam
pembelajaran di sekolah maupun dalam hidup sehari-hari.
Dalam menerapkan Langkah-Langkah Penerapan Budaya Positif di
Sekolah, terdapat beberapa prinsip–prinsip penerapan budaya positif yang
harus dilakukan oleh pendidik. Sebagaimana diketahui Budaya positif bukan hal
yang terpisah dari proses pendidikan. Ia terintegrasi dalam semua proses
pendidikan baik proses belajar di kelas, di luar kelas, dan di dalam keluarga.
Bahkan sebenarnya budaya positif itu adalah pendidikan itu sendiri. Berikut
prinsip-prinsip Budaya Positif:
a. Menyeluruh
Kesadaran bahwa semua aspek
proses belajar dan perkembangan anak saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Misalnya, perilaku seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
Karenanya, pendekatan budaya positif harus didasarkan pada pemahaman akan
keterhubungan semua aspek: perkembangan peserta didik, pembelajaran, pencapaian
akademik, kesehatan, ekonomi, keadaan keluarga dan komunitas.
b. Bertumpu pada kekuatan
peserta didik
Perlunya kesadaran bahwa
setiap peserta didik memiliki kekuatan, kemampuan dan talenta yang perlu
didorong dan dibangun. Sehingga, kemampuan, usaha dan perkembangan mereka
menjadi lebih baik. Kesalahan peserta didik tidak dilihat sebagai kegagalan,
melainkan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri.
c. Konstruktif
Kesadaran bahwa peran
mendidik dalam proses pendidikan merupakan upaya sadar untuk menumbuhkembangkan
penghargaan diri, kepercayaan diri, kemerdekaan dan kemandirian peserta didik.
Daripada menghukum peserta didik karena kesalahan akademis dan perilaku tidak
pantas, pendidik lebih baik menjelaskan, mendemostrasikan dan meneladankan
perilaku yang dapat dipelajari peserta didik. Pendidik lebih baik mencoba
memahami dan menuntun peserta didik secara positif daripada mencoba mengontrol
perilakunya.
d. Inklusif
Kesadaran bahwa perbedaan
individual setiap anak dan kesamaan hak anak dalam proses pendidikan perlu
dihargai, menekankan pada pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, kekuatan,
kemampuan sosial dan gaya belajar anak yang terintegrasi dalam proses belajar
di kelas dan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pendidik juga harus
mengidentifikasi, memahami tantangan/hambatan belajar dan mencari cara yang
efektif untuk menuntun proses belajar anak.
e. Proaktif
Kesadaran bahwa mendidik,
membina pemikiran, dan perilaku positif anak akan membantu anak berhasil pada
masa yang akan datang. Ketimbang memberikan respons reaktif, pendidik harus
merespons permasalahan dengan fokus pada pemahaman akan akar masalah kesulitan
belajar dan masalah perilaku anak. Serta pula berfokus pada apa yang dapat
dipelajari anak di masa yang akan datang, tidak sekadar menghentikan perilaku yang
sedang terjadi.
f. Partisipatori
Kesadaran bahwa melibatkan
anak dalam mengambil keputusan dan memahami tindakan/perilakunya. Anak akan
belajar karena mereka dilibatkan dalam proses belajar mereka sendiri. Ketimbang
mengontrol dan menekan, lebih baik pendidik mendengarkan pendapat dan pandangan
anak, melibatkan mereka menciptakan lingkungan belajar menyenangkan yang
mendukung proses belajar.
Demikian uraian singkat
tentang Langkah-Langkah Penerapan Budaya Positif di Sekolah. Semoga ada
manfaatnya
Tidak ada komentar
Posting Komentar